Senin, 22 November 2010

Mengalir Darah Wayang Suket pada Cucunya


Darah wayang suket Kaki Gepuk mengalir pada lelaki berusia 29 tahun yang tak lain adalah cucunya. Ya, Kaki Gepuk ternyata tidak menurunkan darah seni pada salah satu dari keempat anaknya. Beruntung, Badriyanto, salah satu cucu kesayangan yang dimasa kecilnya dekat dengan Kaki Gepuk mewarisi ketrampilan menganyam suket menjadi beragam tokoh pewayangan.

Sejak usia 13 tahun, Badri kecil, yang saat itu duduk dibangku SMP rajin bermain di ladang sepulang sekolah. Dari kakeknya itulah, Badri kecil belajar bagaimana dekat dengan alam hingga bagaimana memanfaatkan dan memelihara apa yang disediakan oleh alam.

Semasa hidup, Kaki Gepuk betah tinggal di gubuk ladangnya. Sepekan sekali orang tua itu baru pulang ke rumahnya. Bahkan, pernah suatu ketika, hingga satu bulan Kaki Gepuk tak menginjakkan kaki di rumah. Setiap hari, salah satu anak perempuannya mengirim makanan ke ladang dan sampai sekarang ladang itu masih menjadi milik keluarga Kaki Gepuk.

“Saat Kakek menganyam rumput, selalu berkisah tentang tokoh-tokoh pewayangan, persis sedang mendalang,” kenang Badri. Kaki Gepuk hafal cerita-cerita pewayangan karena pada dirinya adalah seorang dalang wayang kulit karena itu dalam menganyam rumput tokoh pewayangan di luar kepala.

Dalam hitungan jam, Kaki Gepuk mampu menyelesaikan satu tokoh pewayangan. Artinya dalam sehari, ia mampu menyelesaikan beberapa tokoh. Karna itu, diparuh tahun 1980-an, Kaki Gepuk menjual wayang-wayang suketnya ke pasar Bantarbarang sebagai mainan anak-anak maupun koleksi orang dewasa. Tidak hanya wayang suket, beragam pernak-pernik berupa gelang dan kalung dari bahan biji jali-jali pun dibuat dan dijual oleh Kaki Gepuk.

Penguasaan ilmu atau kemampuan menganyam dengan cepat yang dipunyai Kaki Gepuk memang tidak mudah, terbukti cucunya sendiri Badriyanto yang menuruni keahlian membuat wayang suket hanya mampu menyelesaikan anyaman suket menjadi wayang paling cepat satu hari. “Untuk menguasai ilmu seperti Kaki Gepuk harus melakukan puasa “pati geni” selama 40 hari,” tutur bapak satu anak ini.

Sebenarnya, jenis rumput seperti apa yang digunakan sebagai bahan dasar dari wayang suket? Badriyanto memaparkan bahwa rumput yang digunakan adalah jenis rumput “kasuran” yang tumbuh di pegunungan. “Nama rumput kasuran karna diperkirakan rumput itu banyak tumbuh di bulan Sura,” ujar cucu yang setia mendampingi kakeknya berpameran.

Namun demikian, untuk memenuhi kebutuhan bahan dasar wayang suket, Kaki Gepuk menanam sendiri rumput jenis itu di ladangnya. Sebelum dianyam, rumput yang baru dipetik dijemur di bawah sinar matahari terlebih dahulu, kemudian direndam air dan ditiriskan. Teknik ini untuk mendapatkan kualitas rumput yang baik dan kuat sebelum dianyam.

Sosok Unik Kaki Gepuk
Nama Kaki Gepuk mencuat sebagai salah seorang maestro wayang suket setelah dia mucul di media massa. Awalnya, Kaki Gepuk menjual karya-karyanya di acara Perkemahan Wirakarya Nasional (PWN) tahun 1990 di Pelataran Monumen Tempat Lahir Jenderal Sudirman, Rembang, Purbalingga yang saat itu pembukaan acaranya dihadiri oleh Presiden Soeharto.

Seorang wartawan Kompas, Sindhunata, menemukan sosok unik Kaki Gepuk. Dari situlah nama Gepuk mulai diperbincangkan bahkan pada tahun 1995, beberapa budayawan Yogyakarta yang dipelopori Sindhunata (Romo Sindhu) membuatkan sebuah pameran tunggal untuk Kaki Gepuk di Bentara Budaya Yogyakarta.

Tidak lama dari itu, Kaki Gepuk juga diundang untuk pameran di Jakarta yang selalu ditemani cucu kesayangannya Badriyanto. Kaki Gepuk meninggal sekitar tahun 2002, kreatifitas Kaki Gepuk diturunkan pada cucunya yang juga sempat menggelar pameran di Kampung Seni Kubu, Bali pada 12-13 Juli 2006, di Jakarta dan beberapa kali di Purbalingga.

Di acara pameran, Badriyanto memberi semacam pelatihan terbuka kepada pengunjung untuk belajar menganyam wayang suket. Disamping itu dia pun menjual karya-karyanya dengan kisaran harga Rp 350-Rp 400 ribu. “Wayang suket saya sempat dibeli oleh orang Belanda, Hawai dan Jepang,” tuturnya.

Meski tidak banyak, saat ini Badriyanto yang sehari-harinya sebagai pengrajin kayu, menerima pesanan wayang suket dari berbagai daerah. Menciptakan wayang suket adalah pekerjaan sampingan baginya. Badriyanto mempunyai keinginan kuat agar anaknya yang masih berusia 5 tahun mewarisi juga kreatifitas kakek buyutnya. “Setiap kali saya menganyam wayang, anak lelaki saya selalu mendampingi,” tutur Badriyanto.

Oleh: Astri Rahma Adistri

1 komentar:

  1. WIth respect,
    Please provide me the contact information for this great artist so I may request a commission to create a Wayang Rumput.
    Thank you.
    Geoffrey
    gphive@gmail.com

    BalasHapus