Jumat, 17 Desember 2010

Ikhsanudin, Otodidak Menganyam Rumput

Sebagai seorang seniman pinggiran, Ikhsanudin, pemuda asal Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Purbalingga memiliki rasa penasaran yang tinggi. Bagi Ikhsan, panggilan akrabnya, menganyam rumput menjadi tokoh pewayangan adalah hal yang tidak mungkin pada awalnya.

Kekaguman Ikhsan pada tokoh Kaki Gepuk, sang maestro wayang suket yang juga menjadi tetangga rumahnya, menginspirasi kuat dirinya untuk ikut melestarikan keberadaan wayang suket. “Saya tidak pernah sekalipun bertemu dengan Kaki Gepuk semasa hidupnya. Siapa itu Kaki Gepuk dari cerita-cerita orang tua dan tetangga,” tuturnya.

Melukis dan menggambar adalah bakat kesenimanan Ikhsan. Ketertarikan dunia lukis sudah tumbuh sejak kecil. Semua teknik melukis dipelajari secara otodidak. Modalnya belajar dan terus belajar. “Semasa SMA pelajaran seni lukis porsinya sangat kecil. Karena itu saya harus tekun belajar sendiri,” ujar alumni SMA Negeri Rembang ini.  

Akhir-akhir ini, Ikhsan tekun menggambar wajah orang dari foto dengan media pensil. Lumayan, dari media belajar ini terkadang ada orang yang pesan untuk digambar wajahnya. Namun rasa penasaran lelaki yang sempat merantau ke Jakarta ini selalu membuncah untuk mecoba jenis kesenian apapun seperti membuat wayang suket.

Menganyam rumput menjadi tokoh wayang bagi Ikhsan sebenarnya sudah dilakukan beberapa tahun silam. Namun tidak banyak tokoh pewayangan yang diselesaikannya. Banyak bagian-bagian tertentu dari tubuh wayang yang ia simpan rapi.

“Karena rumit, membuat wayang suket membutuhkan ketelatenan dan waktu yang lama,” ujar lelaki kelahiran Purbalingga, 20 April 1978 ini. Akhir-akhir ini semangat Ikhsan untuk menganyam kembali membara.

Rumput Jalanan
Seperti halnya melukis dan menggambar, menganyam wayang suket bagi Ikhsan juga hasil belajar secara otodidak. Ia tidak begitu paham tokoh-tokoh pewayangan, karena itu dalam membuat wayang suket dengan melihat gambar wayang yang didapatkan dari internet.

“Dulu saya ingin belajar langsung dari Kaki Gepuk. Tapi kesempatan itu sudah tidak ada. Sekarang saya ingin belajar dari cucu Kaki Gepuk yang juga meneruskan keahlian kakeknya,” ujar seniman yang pernah bekerja sebagai office boy dan penjaga toko emas di Jakarta ini.

Berbeda dengan Kaki Gepuk atau cucu Kaki Gepuk, dalam membuat wayang suket bahan dasar yang digunakan oleh Ikhsan bukan dari rumput khusus jenis Kasuran namun dari rumput yang bisa dengan mudah ditemui di pinggir-pinggir jalan.

Rumput-rumput jalanan bentuknya jauh lebih kecil dari rumput Kasuran. Namun jauh lebih mudah cara mendapatkannya karena ada di sekitar kita. “Saya masih terus belajar menganyam rumput jadi belum bisa dibilang mahir,” tutur Ikhsan yang mengaku menganyam rumput menjadi satu tokoh pewayangan dalam waktu sebulan.

Jiwa kesenimanan Ikhsan ternyata telah membuktikan dia tidak betah di lingkungan pekerjaan yang monoton. Karena itu saat ayahnya meninggal di tahun 2000, ia kembali ke kampung halaman, Desa Bantarbarang dan bertekad tidak kembali lagi ke Jakarta.

Oleh: Puspa Juwita